Akhir-akhir ini, saya menyadari bahwa seringkali melihat orang-orang yang sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi masih saja gagal. Banyak orang yang sudah mengorbankan materi, waktu, bahkan perasaan demi mendapatkan tujuan, tapi masih saja gagal di tengah jalan. Ada seseorang yang sudah mengorbankan waktunya untuk mencapai posisi tertentu, namun gagal. Yang lain berusaha memperoleh penghidupan yang lebih layak, namun “kelayakan” itu seolah berjalan lambat. Ada apakah?
Belajar dari sebuah kisah seorang sahabat yang orangtuanya mencalonkan diri menjadi anggota legislative di daerah kelahirannya. Beliau sudah berusaha sekuat tenaga, berdoa, mengubah tingkah lakunya mendai lebih baik, mengorbankan materi yang tdaik sedikit, bahkan hingga mengorbankan waktu berkumpul bersama dengan keluarganya. Tapi dia khir kisah, beliau tidak masuk, gagal, dan “kelayakan” itu pun berjalan dengan lambat.
Kisah seorang teman yang lain, orangtuanya yang telah pensiun, ingin memulai usaha di bidang property. Segala cara sudah dilakukan, pengorbanan materi yang “lumayan”, lagi-lagi, pengorbanan waktu dengan keluarga kecil dan keluarga besarnya, menjalin hubungan kerja dengan banyak orang di berbagai golongan, namun kisah itu kembali berakhir di “kelayakan” yang berjalan lambat. Berakhir di 1 kata, gagal. Ada apa sebenarnya?
Beberapa orang mungkin berkomentar, “Itu berarti Tuhan belum ijinkan itu terjadi”, “Itu bukan yang terbaik buat dia” atau “Tuhan mau kasi yang lebih baik”. Bahkan ada juga yang bilang, “Ah, itu biasa, kalau berhasil terus, kita bisa lupa sama Tuhan”. Namun, apa benar, semuanya itu karena Tuhan yang belum mengijinkan terjadi? Atau ada orang-orang tercinta yang tidak senang akan tujuan dari “kelayakan” orang yang disayanginya?
Dari 2 kisah sahabat dan teman itu, saya merenungkan, Tuhan memang selalu memberikan yang terbaik untuk semua anak-anak-Nya, tapi bila ada yang tidak ikhlas dengan berkat yang Dia berikan, berkat itu pun akan tersendat. Sama seperti dosa yang akan menghalangi berkat, bila dosa tersebut belum diminta untuk dihapuskan.
Mungkin beberapa saat yang lalu atau saat ini, ada dari teman-teman yang mengingnkan keberhasilan untuk saudaranya namun tidak tulus mendoakan, didoakan bersyarat pada Tuhan. Misalnya, adiknya sedang ujian didoakan supaya dapat IP yang bagus, tapi dalam hati berharap IPnya tidak lebih tinggi dari IP dirinya. Atau, ada pacar yang berharap pasangannya mendapat “kelayakan” yang lebih baik, tapi berharap tidak jauh-jauh dari dirinya. Bisa saja, hal-hal seperti itu adalah salah satu penghambat berkat yang ingin Tuhan berikan bagi saudara, orangtua, pacar, atau siapa pun orang tersayang kita.
Kemudian saya berpikir, berarti kita harus ikhlas mendoakan orang tercinta kita agar berhasil. Apapun efek dari berkat “kelayakan” yang Tuhan berikan, itu menjadi pembelajaran lagi bagi kita agar semakin berbentuk sesuai dengan keinginan Tuhan. Ikhlaskanlah….ikhlas dalam meminta padaNya, ikhlas meminta berkat-berkat “kelayakan” dan tujuan bagi orang-orang tersayang kita, agar berkat yang memang sudah dipersiapkan Tuhan tidak diambil kembali oleh Dia.
“Tuhan itu baik, selalu baik, dan akan tetap baik sampai kapan pun”